Surat dari Palestina
Saturday, 27 December 2008
Di sini
Tidak lagi jelas
Orang-orang palestinakah yang melempar batu
Atau
Batu yang mencari orang Palestina untuk
dilemparkan
Bukankah batu adalah juga bagian dari
tanah yang dirampas?
Di sini
Ada yang jelas
Ada raga yang dikuburkan bersama nyawa
Ada yang mati sebelum dilahirkan
Bukankah manusia sudah hidup di dalam
rahim sebelum
Dilahirkan?
Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan
Di luar sana
Orang-orang berbicara tentang hak
Dengan memberikan yang bukan haknya
Kepada yang tidak berhak
Membagi yang bukan miliknya
Kepada yang bukan pemiliknya
Dan orang-orang Palestina
Mencari haknya di tengah-tengah teriakan
tentang hak-hak
Di sini
Orang Palestina yang tuan rumah
Kini menjadi tamu yang tak diinginkan
Yahudi yang terusir di luar sana
Kini Yahudi yang mengusir
Di sini
Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan
Di Yerusalem
Ibrahim, Luth, Ismail, Musa, Harun, Yusya’
Daud, Sulaiman, Zakariya, Yahya, Ishaq,
Ya’qub
Mengambil hak-hak orang lemah dari yang kuat
Menghantam penindas
Mengangkat martabat
Ada semangat sepanjang masa
Pada tiap zaman
Ada ghirah setiap umat
Pada tiap tempat
Ada bara yang tidak padam
Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan
Di Yerusalem
Tanah para nabi dan rasul
Ada nabi yang dibantai
Ada manusia yang dinistakan
Ada agama yang dihinakan
Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan
Ambil bara dan jangan matikan dengan air
mata
Tiup dengan napas
Panaskan jiwa
Kobarkan nyali
Besi terbentuk oleh bara
Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan
Tidak lagi penting apakah batu mampu
melawan peluru
Tidak lagi terpikirkan apakah
orang-orang Yahudi belajar dari
Crematorium Nazi atau tidak
Tidak ada lagi rasa takut bahkan bila
Palestina berubah
Menjadi crematorium Israel
Yang kami takutkan
Adalah saat di mana tulang-tulang kami
Abu kami
Menangis sedih dan memaki menyalahkan
Melihat seorang dari Nigeria atau
serombongan dari Indonesia
Pada satu waktu yang mungkin tidak jauh
Berdiri di Bukit Zaitun
Dan menunjuk
Di sana dulunya Masjidil aqsa
Di sana dulunya Qabbatussakhrah
Dan kita semua pernah mengagumi kemegahannya
Bukit Zaitun, 1991
(dipetik dari Makelar Dongeng Holocaust:
Catatan Perjalanan dari dalam Israel
oleh Rakhmat Zaenal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar